Minggu, 29 Maret 2015

FIQH MUAMALAH



BAB II
PEMBAHASAN

A.   Pengertian Fiqh Muamalah
Kata Muamalat yang kata tunggalnya Muamalah (المعاملة).yang berakar pada kata amala secara arti kata mengandung arti “saling berbuat” atau berbuat secara timbal balik. Lebih sederhana lagi berarti “ hubungan antara orang dan orang”. Muamalah secara etimologi sama dan semakna al-mufa’alah (المعاملة).yaitu saling berbuat. Kata ini, megambarkan suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dengan seseorang atau beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing. Atau muamalah secara etimologi itu artiya saling bertindak, atau saling mengamalkan.
Secara terminologi, muamalah dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu pengertian muamalah dalam arti luas dan dalam arti sempit.
Pengertian muamalah dalam arti luas yaitu “menghasilkan duniawi supaya jadi sebab suksesnya masalah ukray”
Menurut Muhammad Yusuf musa yang dikutip Abdul Majid : “muamalah adalah peraturan-peraturan allah yang harus diikuti dan ditaati dalam hidup bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia”.
“Muamalah adalah segala peraturan yang diciptakan allah untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam hidup dan kehidupan”.
Jadi, pengertian muamalah dalam arti luas yaitu aturan-aturan (hukum-hukum) allah untuk mengatur manusia dalam kaitannya dengan urusan duniawi dalam pergaulan sosial.
Adapun pengertian muamalah dalam arti sempit (khas), di definisikan oleh para ulama sebagai berikut:
Menurut Hudhari Banyak yang dikutip oleh Hendi Suhendi, “muamalah adalah semua akad yang membolehkan manusia saling menukar manfaatnya”.
Menurut Rasyid Ridha “ muamalah adalah tukar menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat dengan cara-cara yang telah di tentukan”.
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa pengertian muamalah dalam arti sempit (khas) yaitu semua akad yang  membolehkan manusia saling menukar manfaat dengan cara-cara dan aturan-aturan yang telah ditentukan allah dan manusia wajib mentaati-Nya.
Adapun pengertian Fiqh muamalah, sebagaimana dikemukakan oleh Abdullah Al-Sattar Fathullah sa’id yang diikuti oleh Nasrun Haroen yaitu “hukum-hukum yang berkaitan dengan tindakan manusia dalam persoalan-persoalan keduniaan,misalanya dalam persoalan jual-beli, utang-piutang, kerjasama dagang, perserikatan, kerjasama dalam penggarapan tanah, dan sewa-menyewa”.
Manusia dan definisi diatas maksudnya ialah seseorang yang telah mukalaf, yang telah dikenai beban taklif, yaitu yang telah berakal, balig dan cerdas.[1] Secara etimologis fiqh mempunyai arti al-fahmu (paham),sedangkan secara definitif fiqh berarti “ilmu tentang hukum-hukum syar’i yang bersifat amaliah yang digali dan ditemukan dari dalil-dalil yang tafsili.” Menurut Ibnu Subhi yang dikutif Prof. Dr. Satria Efendi M.Zein, Fiqh yaitu pengetahuan hukum syara’ yang berhubungan dengan amal perbuatan yang digali satu persatu dalilnya. Pendapat yang menarik yang perlu dikaji adalah pernyataan Imam Haramain bahwa fiqh merupakan pengetahuan hukum syara’ dengan jalan ijtihad.[2]

B.   Pembagian Fiqh Muamalah
Muamalah terbagi menjadi dua bagian, sebagai berikut :
1.      Al-Muamalah al-Madiyah, yaitu muamalah yang mengkaji objeknya, sehingga sebgaian ulama berpendapat bahwa muamalah al-madiyah ialah muamalah yang bersifat kebendaan karena objek fiqh muamalah adalah benda yang halal, haram, dan syubhat.
2.      Al-muamalah al-Adabiyah, yaitu muamalah yang ditinjau dari segi cara tukar-menukar benda yang bersumber dari panca indera manusia, yang unsur penegaknya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban, misalnya jujur, hasud, dengki, dan dendam.[3]

C.   Ruang Lingkup Fiqh Muamalah
Ruang lingkup fiqh muamalah adalah seluruh kegiatan muamalah manusia berdasarkan hukum-hukum islam yang berupa peraturan-peraturan yang berisi perintah atau larangan seperti wajib,sunnah,haram,makruh dan mubah.hukum-hukum fiqih terdiri dari hukum-hukum yang menyangkut urusan ibadah dalam kaitannya dengan hubungan vertical antara manusia dengan Allah dan hubungan manusia dengan manusia lainnya.
Ruang lingkup fiqh muamalah mencakup segala aspek kehidupan manusia, seperti social,ekonomi,politik hokum dan sebagainya. Aspek ekonomi dalam kajian fiqih sering disebut dalam bahasa arab dengan istilah iqtishady, yang artinya adalah suatu cara bagaimana manusia dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan membuat pilihan di antara berbagai pemakaian atas alat pemuas kebutuhan yang ada, sehingga kebutuhan manusia yang tidak terbatas dapat dipenuhi oleh alat pemuas kebutuhan yang terbatas.
Ruang lingkup fiqh muamalah terbagi menjadi dua, yaitu ruang lingkup fiqh muamalah yang bersifat adabiyah ialah ijab dan kabul, saling meridahi, tidak ada keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kawajiban, kejujuran pedagang, penipuan, pemalsuan, penimbunan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indra manusia yang ada kaitannya dengan peredaran harta dalam hidup bermasyarakat.[4] Ruang lingkup fiqh muamalah yang bersifat madiyah ialah masalah yang mencangkup segala aspek kegiatan ekonomi manusia sebagai berikut :
1.      Harta, Hak Milik, Fungsi Uang, dan ‘Uqud (akad-akad)
2.      Buyu’ (tentang jual beli)
3.      al-rahn (tentang pegadaian)
4.      hiwalah (pengalihan utang)
5.      Ash-shulhu (perdamaian bisnis)
6.      Adh-Dhaman (jaminan, asuransi)
7.      Syirkah (tentang perkongsian)
8.      Wakalah (tentang perwakilan)
9.      Wadi’ah (tentang penitipan)
10.  ‘Ariyah (tentang peminjaman)
11.  Syuf’ah (hak diutamakan dalam syirkah atau sepadan tanah)
12.  Mudharabah (syirkah modal dan tenaga)
13.  Musaqat (syirkah dalam pengairan kebun)
14.  Muzara’ah (kerja sama pertanian)
15.  Taflis (jatuh bangkrut)
16.  Qaradh (pinjaman)
17.  Ijarah (sewa-menyewa)
18.  Riba, konsep, uang, dan kebijakan moneter
19.  Shukuk (surat utang dan obligasi)
20.  Faraidh (warisan)
21.  Qism ash-Shadaqat (tentang pembagian zakat)
22.  Muqasah (discount)
23.  Kharaj, jizyah, dharibah, ushur (pajak)
24.  Baitul mal dan jihbiz (perbankan)
25.  Jual beli gharar, ba’i najasi, ba’i al-‘inah, ba’i wafa, mu’athah futhuli, dan lain-lain[5]
Islam adalah agama yang sempurna (komprehensif) yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik aqidah, ibadah, akhlak maupun muamalah. Salah satu ajaran yang   sangat penting adalah bidang muamalah/ iqtishadiyah (Ekonomi Islam). Kitab-kitab Islam tentang muamalah (ekonomi Islam) sangat banyak dan berlimpah, Jumlahnya lebih dari seribuan judul buku. Para  ulama tidak pernah mengabaikan kajian muamalah dalam kitab-kitab fikih mereka dan dalam halaqah (pengajian-pengajian) keislaman mereka. Seluruh Kitab Fiqh membahas fiqh ekonomi. Bahkan cukup banyak para ulama yang secara khusus membahas ekonomi Islam, seperti kitab Al-Amwal oleh Abu Ubaid, Kitab Al-Kharaj karangan Abu Yusuf, Al-Iktisab fi Rizqi al-Mustathab oleh Hasan Asy-Syaibani, Al-Hisbah oleh Ibnu Taymiyah, dan banyak lagi yang tersebar di buku-buku Ibnu Khaldun, Al-Maqrizi, Al-Ghazali, dan sebagainya.
Namun dalam waktu yang panjang,  materi muamalah (ekonomi Islam) cenderung diabaikan kaum muslimin, padahal ajaran muamalah bagian penting dari ajaran Islam, akibatnya, terjadilah kajian Islam parsial (sepotong-sepotong). Padahal orang-orang beriman diperintahkan untuk memasuki Islam secara kaffah (menyeluruh).
$ygƒr '¯»tƒ šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=äz÷Š$# Îû ÉOù=Åb¡9$# Zp©ù!$Ÿ2 Ÿwur (#qãèÎ6®Ks? ÅVºuqäÜäz Ç`»sÜø¤±9$# 4                ¼çm¯RÎ) öNà6s9 Arßtã ×ûüÎ7B ÇËÉÑÈ              
208. Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.
Akibat lainnya, ialah ummat Islam tertinggal dalam ekonomi dan banyak kaum muslimin yang melanggar prinsip ekonomi Islam dalam mencari nafkah hidupnya, seperti riba, maysir, gharar, haram, batil, dsb.

D.   Fungsi Fiqh Muamalah
Muamalah memiliki fungsi yaitu, sebagai berikut :
1.      Mengatur hubungan antara manusia dan sesamanya meliputi aturan tentang hak asasi manusia, relasi gender, pernikahan, perwakilan, warisan, hibah, wasiat, perdagangan, perkongsian,perkoperasian, sewa menyewa, simpan-pinjam, utang-piutang, hubungan antar bangsa, hubungan antar sesame umat Islam, hubungan antar golongan, hubungan antar umat berbeda agama dan sebagaianya.
2.      Mengatur hubungan anatara manusia dan kehidupannya meliputi aturan tentang makanan, minuman, pakaian, tempay tinggal, mata pencarian dan rezeki.
3.      Mengatur hubungan antara manusia dan alam sekitarnya atau alam semesta, meliputi aturan mengenai suruhan atau meneliti keadaan alam, memeliharanya, memanfaatkan kekayaan alam dan larangan berperilaku boros atau mubazir serta larangan mengeksploitasi dan merusak alam.
4.      Mengatur hubungan manusia dengan selain Tuhannya. Berkenaan dengan ini, Abdul Wahhab Khallaf, Guru Beras Hukum Islam Universitas Kairo, menyatakan bahwa Ahkamu al-Mu’amalat atau hukum-hukum tentang Muamalah adalah hukum-hukum selain ibadah.[6]

E.   Peranan Fiqh Muamalah dalam Kehidupan
1.      Mewujudkan masyarakat yang aman dan sejahtera. Muamalat yang di jalankan berlandaskan syariat Islam akan melahirkan masyarakat yang aman dan jauh dari pada sembarang penipuan, pemerasan, ketidakadilan, memonopoli harta dan sebagainya,inilah muamalat dalam Islam demi kesejahteraan umat manusia.
2.      Muamalat dalam Islam bertujuan menghindarkan berlakunya sembarang penindasan sesama manusia. Islam menegah umatnya melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak baik yang akan menyusahkan pihak yang di tindas.
3.      Supaya semua kegiatan ekonomi yang dijalankan bersih daripada sembarang perbuatan yang dilarang oleh Allah s.w.t,kita hendaklah meninggalkan perkara-perkara yang keji seperti riba’,rasuah,menipu atau sebagainya yang dilarang oleh Allah s.w.t.

Sabda Rasulullah SAW :  “Sesiapa yang mengumpulkan harta daripada punca haram kemudian dia sedekahkan harta itu,dia tidak akan mendapat pahala,bahkan dosa yang akan menimpanya” (Riwayat Ibnu Khuzaimah,Ibnu Hibban dan Al-Halim)
4.      Bermuafakat secara Islam melahirkan manusia yang berakhlak mulia dalam menjalankan suatu amanat Allah s.w.t.
5.      Memudahkan manusia untuk merasai kurniaan Allah s.w.t dengan cara yang betul dan diredhainya. Sekiranya tiada peraturan bermuamalat,manusia akan melakukan apa saja untuk memperoleh harta yang banyak,mereka juga akan mengunakan harta mengikut nafsu tanpa memikirkan kepentingan orang lain.
6.      Mengalakkan manusia supaya rajin bekerja untuk meningkatkan taraf ekonomi keluarga,masyarakat dan negara.
7.      Melahirkan masyarakat yang saling bekerjasama, tolong –menolong dan bantu-membantu untuk kebaikan dan kebajikan bersama.
8.      Supaya harta kekayaan yang disediakan oleh Allah s.w.t tidak hanya di monopoli oleh golongan tertentu sahaja. Semua manusia berhak mendapat dan memiliki harta mengikut keupayaan masing-masing asalkan dengan cara yang betul dan diredhai Allah SWT.[7]

F.    Sumber Fiqh Muamalah
Hukum muamalah bersumber kepada al-Qur’an dan al-Sunnah. Oleh sebab itu, setiap kasus selalu dicarikan hukumnya dengan merajuk kepada kedua sumber tersebut. Apbila ada masalah yang baru atau tidak jelas aturan hukumnya atau memang tidak ada ketentuan hukumnya dalam Al-Qur’an dan Hadits, maka para ahli hukum islam harus berijtihad (berusaha secara maksimal) untuk mendapatkan kepastian hukumnya. Penerapan sumber fiqih islam ke dalam tiga sumber, yaitu Al-Quran, Al-Hadits,dan ijtihad.[8]  

1.      Al-Qur’an

Pengertian Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang bersifat qadim, bersifat ‘azali, penuh hikmah, merupakan mukjizat, diturunkan kepada Nabi Muhammad secara mutawir, tersusun rapi dari surat al-Faatihah dan diakhiri dengan surat an-Naas. Pada garis besarnya hukum-hukum Al-Qur’an dibagi menjadi dua. Pertama, hukum-hukum untuk menegakan agama yang meliputi soal-soal kepercayaan dan iabadat. Kedua, hukum-hukum yang mengatur Negara dan masyarakat serta hubungan perorangan dengan lainnya, yang meliputi hukum-hukum keluarga, keperdataan, bisnis, kepidanaan, kenegaraan, dan sebagainya.

Al-Qur’an adalah sumber pertama dan utama dalam Fiqh Muamalah (Ekonomi Islam), didalamnya dapat kita temui hal ilwah yang berkaitan dengan ekonomi dan juga terdapat hukum-hukum dan undang-undang diharamkannya riba, dan diperbolehkannya jual beli yang tertera dalam surat al-Baqarah (2) ayat 275 : 

http://c00022506.cdn1.cloudfiles.rackspacecloud.com/2_275.png

“ Padahal allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanyalarangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti  (dari mengambil riba) maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum dating larangan), dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba) maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal didalamnya.”

2.      Al-Hadits

Secara etimologis,Hadits mempunyai arti kabar, kejadian, sesuatu yang baru, perkataan, hikayat, dan cerita. Hadits menurut istilah adalah sesuatu yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW, baik berupa perkataan, perbuatan, dan ketetapan setelah beliau diangkat menjadi Nabi.

Hadits adalah sumber kedua dalam perundang-undangan Islam. Di dalamnya dapat kita jumpai khazanah aturan perekonomian Islam. Diantarnya seperti sebuah hadits yang isinya memerintahkan untuk menjaga dan melindungi harta, baik milik pribadi maupun umum serta tidak boleh mengambil yang bukan miliknya  : “ Sesungguhnya (menumpahkan) darah kalian, (mengambil) harta kalian, (mengganggu) kehormatan kalian haram sebagaimana haramnya hari kalian saat ini, di bulan ini, di negeri ini, …“ (HR. Bukhari)

3.      Ijtihad

Menurut Al-Syaukani dalam kitabnya Irsyad Al-Fahuli, ijtihad yaitu mengerahkan kemampuan dalam memperoleh hukum syar’I yang bersifat ‘amali melalui istinbath. Menurut Ibnu Syubki ijtihad adalah pengerahan kemampuan seseorang faqih untuk menghasilkan dugaan kuat tentang hukum syar’I, sedangkan Al-Amidi ijtihad adalah pengerahan kemampuan dalam memperoleh dugaan kuat tentang hukum syara’ dalam bentuk yang dirinya merasa tidak mampu berbuat seperti itu.

Dari ketiga definisi diatas dapat diambil hakikat ijtihad sebagai berikut :

1)      Ijtihad adalah pengerahan daya nalar secara maksimal

2)      Usaha ijtihad dilakukan oleh orang yang telah mencapai derajat tertentu di bidang keilmuan yang disebut faqih

3)      Produk atau usaha yang diperoleh dari ijtihad itu adalah dugaan kuat tentang hokum syara’ yang bersifat amaliah

4)      Usah ijtihad ditempuh dengan cara istinbath[9]




[1] Ghazaly,Abdul rahman,dkk.Fiqh Muamalat,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hal 3-4
[2] Mardani,Fiqh Ekonomi Syariah,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group), hal.1-2
[3] Ghazaly,op.cit.hal.10
[4] Sahrani,sohari.Fikih Muamalah, (Bogor: Ghalia Indonesia), hal. 6
[5] Mardani,op.cit.hal 5-6
[6] Rasyid, afni.Mu’amalah untuk perguruan tinggi, (jakarta:Uhamka Press),hal.2
[7]Rahmat,”peranan muamalat”,diakses dari http://www.al-azim.com/masjid/infoislam/muamalat/peranan.htm, pada tanggal 13 Maret 2015 pukul 10.15
[8] Wibiso,abdul fatah.Muamalah Duniawiyah,(Jakarta: Uhamka Press),hal.10
[9] Mardani, loc.cit., hal.53